Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

3 Insight dari Buku Quiet


Kali ini gue mau berbagi insight penting yang gue dapetin dari buku Quiet. Insight yang gue maksud di sini adalah pengetahuan yang gue dapat dari buku ini dan bisa diterapkan di kehidupan pribadiku. Gue pengen sharing ke teman-teman bahwa tujuan gue baca buku ini adalah mengenal diri sendiri lebih jauh karena gue merasa kalau gue ini introvert dan gue mencoba menggali potensi yang ada dalam diri ku dengan membaca buku quiet ini.

Ada banyak insight yang sebenarnya gue dapatin dari buku Quiet karya Susan Cain ini. Tapi kali ini gue mau berbagi tiga insight yang menurut gue paling penting dari buku Quiet ini.

Pertama, menempatkan diri pada lingkungan yang cocok.

Bill Gates tidak akan menjadi Bill Clinton, meskipun ia berusaha memoles keahlian sosial, dan Bill Clinton tidak akan menjadi Bill Gates, meskipun ia banyak menghabiskan banyak waktu sendirian di depan komputer.

Dalam buku ini dibahas mengenai kehendak bebas kita sebagai manusia untuk ngebentuk kepribadian. Nah, kehendak bebas ini bisa membawa kita jauuuuuh, tapi NGGAK BISA TIDAK TERBATAS, keluar dari batas genetis kita.

Penelitian yang membuktikan hal ini adalah penelitian Profesor Kagan terhadap 500 bayi usia 4 bulan untuk meneliti bayi mana yang lebih mungkin menjadi introvert atau ekstrovert. Sedikit mengulas mengenai penelitian ini, bayi yang reaktif tinggi cenderung menjadi pribadi yang serius dan berhati-hati sedangkan bayi yang reaktif rendah cenderung lebih percaya diri dan santai.

Jejak reaktif tinggi atau rendah ini ternyata tidak hilang saat bayi-bayi tersebut dewasa.

Yang ngebedain introvert dan ekstrovert itu adalah respon terhadap stimulasi.

Stimulasi merupakan jumlah masukan yang kita dapat dari dunia luar. Stimulasi ini dapat memiliki bentuk yang berbeda-beda seperti suara, kehidupan sosial, atau cahaya yang menyilaukan.

Introvert menikmati menutup pintu kantor mereka dan terjun ke dalam pekerjaan mereka karena aktivitas intelektual yang sunyi memberikan stimulasi secara optimal, sedangkan ekstrovert paling optimal saat berhubungan dengan aktivitas yang memerlukan tenaga super besar seperti mengatur lokakarya atau memimpin rapat. Dapat kita simpulkan bahwa ekstrovert lebih menyukai stimulasi daripada introvert.

Dengan mengenali jumlah stimulasi yang cocok untuk kita. Kita dapat secara sadar mulai mencoba menempatkan diri ke dalam lingkungan-lingkungan yang lebih cocok untuk kepribadian kita. Tempat dimana kita mendapatkan rangsangan secara optimal akan kita sebut sebagai “tempat manis”.

Contoh perpindahan stimulasi dapat kita lihat pada ilustrasi berikut ini:

Coba bayangkan saat lo lagi berbaring dengan tenang di ayunan dan membaca sebuah novel menarik. Ini adalah tempat manis buat lo. Tetapi sesudah setengah jam, lo merasa bosan, itu artinya lo kurang terstimulasi. Kemudian lo menelpon teman dan pergi untuk makan siang bareng. Saat lo ngobrol dan tertawa bersama temen lo, maka lo kembali ke tempat manis lo. Tetapi situasi menyenangkan ini hanya berlangsung sampai ada seorang teman lagi, seorang ekstrovert yang membutuhkan lebih banyak stimulasi dari lo, ngebujuk untuk menemani dia ke pesta di mana sekarang lo berhadapan dengan musik kencang dan banyak orang asing. Lo ngerasa tertekan untuk melakukan basa-basi di tengah musik yang kencang. Di sinilah lo mulai jatuh dari tempat manis lo tadi. Lo mungkin akan merasa seperti itu sampai lo menemukan seseorang untuk ngobrol secara mendalam di pinggiran pesta yang jauh dari kerumunan atau langsung meninggalkan pesta dan kembali membaca novel.

Contoh lainnya adalah seorang ekstrovert mungkin lebih menyukai menyetir dengan minum kopi dan nyalain musik yang kenceng. Sebaliknya, introvert yang mengendarai mobil di tengah suara lalu lintas yang bising harus berusaha tetap menjaga konsentrasi karena suara akan mengganggu pikiran mereka.

Nah dari sini gue menarik kesimpulan bahwa kita harus kenal kepribadian kita dan menempatkan diri pada lingkungan dengan stimulasi yang paling optimal,  khususnya saat melakukan hal-hal yang penting seperti belajar atau bekerja. Mengenali stimulasi yang optimal ini juga bisa membuat kita lebih memahami orang lain yang memiliki kepribadian berbeda dengan kita.

Kedua, sensitivitas penghargaan.

Orang sensitif penghargaan bermotivasi untuk mencari penghargaan itu, dari naik jabatan, menang undian, hingga malam yang menyenangkan dengan teman-teman. Sensitivitas penghargaan mendorong kita untuk mengejar tujuan-tujuan seperti uang, status sosial, dan pengaruh. Tetapi sensitivitas penghargaan yang berlebihan menempatkan manusia ke dalam berbagai masalah. Kita menjadi terlalu semangat mendapatkan hadiah-hadiah yang menarik hingga kita mengambil risiko besar dan tidak mengindahkan ancaman-ancaman.

Baik introvert dan ekstrovert terkadang hanyut dalam sensitivitas penghargaan ini, tetapi ekstrovert lebih sering hanyut di dalamnya. Para introvert lebih baik dalam perencanaan, tetap dalam rencana dan menjadi sangat disiplin.

Menurut skor tes IQ kedua sifat itu sama pintarnya. Ekstrovert lebih baik daripada introvert ketika menangani informasi berlebih. Ekstrovert terlihat mengalokasikan hampir seluruh kapasitas mereka pada tujuan, sedangkan introvert menggunakan kapasitasnya dengan mengawasi bagaimana suatu tugas berlangsung. Introvert cenderung lebih berhati-hati dalam berpikir.

Kegeniusan adalah 1% inspirasi dan 99% kerja keras. Kita cenderung memperlakukan 1% yaitu inspirasi sebagai sesuatu yang sangat istimewa, tetapi kekuatan yang besar sesungguhnya berada pada kerja keras. Einstein yang merupakan seorang introvert mengatakan, “bukannya saya sangat pintar, hanya saja saya bertahan lebih lama dengan masalah.”

Jika lo seorang introvert, lo memiliki daya ketekunan, kegigihan untuk memecahkan masalah-masalah yang rumit dan pandangan yang jernih untuk menghindari perangkap.

Nah di bagian sensitivitas penghargaan ini gue merasa penting karena di bagian ini tuh dibahas tentang Opa Warren Buffet dengan analisanya yang saat itu seakan-akan mampu meramalkan pasar saham di masa depan.

Di bagian ini, karena gue juga investasi saham. Gue pernah berpikir mau investasi atau trading aja? Dua-duanya pernah gue coba pelajari. Selama ini gue lebih memilih jadi investor jangka panjang karena gue gak punya banyak waktu saat jam trading buat mantengin grafik harga saham-saham. Jadi, melalui buku ini gue lebih ditantang buat lebih percaya kepada analisa fundamental yang gue lakukan dan menemukan gaya gue sendiri dalam investasi.

Jadi tetaplah menjadi diri lo sendiri. Jika lo suka mengerjakan sesuatu dengan cara yang lambat dan terstruktur, jangan biarkan orang lain membuat lo harus merasa berlomba. Jika lo menikmati kedalaman, jangan paksa diri mencari kelebaran. Jika lo menikmati tugas tunggal dibandingkan multitasking, pertahankan.

Ketiga, gap komunikasi introvert dan ekstrovert

Kesalahpahaman yang paling umum dan merusak mengenai tipe kepribadian yaitu bahwa introvert adalah anti-sosial dan ekstrovert adalah pro-sosial. Tapi pada kenyataannya rumusan tersebut sangat tidak tepat. Introvert dan ekstrovert berbeda secara sosial.

Sulit bagi ekstrovert untuk memahami betapa inginnya introvert memulihkan diri di akhir hari kerja yang sibuk. Kita semua berempati pada teman yang sangat kurang tidur yang pulang ke rumah dan merasa terlalu lelah untuk berbicara, tetapi lebih sulit untuk memahami bahwa rangsangan sosial yang berlebihan bisa sama melelahkannya.

Juga sulit bagi introvert untuk memahami betapa menyakitkannya kebisuan mereka itu. Ketika pasangan introvert dan ekstrovert berselisih pendapat, suara si introvert akan bertambah pelan dan datar, perilakunya sedikit menjauh, apa yang dilakukannya adalah mengurangi agresi, si introvert tidak nyaman dengan kemarahan. Sedangkan si ekstrovert sebaliknya, semakin meninggikan suara dan terdengar marah saat berusaha menyelesaikan masalah mereka. Semakin si introvert terlihat menarik diri, semakin si ekstrovert merasa kesepian, lalu tersakiti dan marah.

Contoh menarik mengenai gaya komunikasi introvert adalah seorang salesman bernama John Berghoff. Ia adalah seorang introvert dan dikenal pendiam tetapi ia adalah seorang salesman terbaik pada masanya. Bahkan John membangun bisnis pelatihan pribadi dan pendidikan penjualan.

Apa yang menjadi rahasia John?

Dari eksperimen Thorne, didapatkan sebuah hal yang menarik yaitu bahwa kedua tipe orang, yaitu introvert dan ekstrovert, menghargai satu sama lain. Introvert yang berbicara kepada ekstrovert memilih topik yang lebih menyenangkan. Sebaliknya, ekstrovert lebih bisa rileks ketika berpasangan dengan introvert dan lebih bebas mengutarakan masalah-masalah mereka.

Penelitian Thorne menolong kita untuk memahami kesuksesan dalam penjualan yang mengejutkan dari John Berghoff. Dia telah mengubah ketertarikannya untuk percakapan serius, dan untuk pengambilan peran sebagai seorang penasihat daripada sebagai seorang pembujuk, ke dalam sejenis terapi bagi calon pembelinya.

John mengatakan bahwa, “Mereka membeli karena mereka merasa dimengerti”.

Kita memiliki dua telinga dan satu mulut dan sebaiknya kita menggunakannya secara proporsional. Solusi nomor satu dalam komunikasi adalah mereka harus bersungguh-sungguh mendengarkan.

Tonton juga ya videoku mengenai insight buku quiet ini di Youtube Cendhela:



Post a Comment for "3 Insight dari Buku Quiet"